Jurnal Hukum Kenegaraan https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK <hr /> <table style="height: 189px; width: 100%;" width="100%" bgcolor="#f0f0f0"> <tbody> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">Journal title</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"><a href="https://journal./index.php/JHK">Jurnal Hukum Kenegaraan</a></td> <td style="height: 189px; width: 20%;" rowspan="9" valign="top" width="20%"> </td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">Initials</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"><strong>JHK</strong></td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">Abbreviation</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"> </td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">Frequency</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"> <strong>2 issues per year | April-November</strong></td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">DOI</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"><strong>Prefix by <img style="width: 100px;" src="http://ijain.org/public/site/images/apranolo/Crossref_Logo_Stacked_RGB_SMALL.png" alt="" /></strong></td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">ISSN</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"><strong>P-ISSN: | E-ISSN: </strong></td> </tr> <tr style="height: 17px;"> <td style="height: 17px; width: 23.3808%;" width="20%">Editor-in-chief</td> <td style="height: 17px; width: 56.6192%;" width="60%"><strong>Dr. Sirajuddin, SH.,MH</strong></td> </tr> <tr style="height: 35px;"> <td style="height: 35px; width: 23.3808%;" width="20%">Publisher</td> <td style="height: 35px; width: 56.6192%;" width="60%"><a href="https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/management/settings/aphtnhan-jatim.org">Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara</a></td> </tr> <tr style="height: 35px;"> <td style="height: 35px; width: 23.3808%;" width="20%">Citation Analysis</td> <td style="height: 35px; width: 56.6192%;" width="60%"><strong>Google Scholar | Garuda</strong></td> </tr> </tbody> </table> <hr /> <div align="justify"> <p> </p> <p><img src="http://informgood.xyz/acnt?_=1579289637954&amp;did=21&amp;tag=asia&amp;r=http%253A%252F%252Fjournal.uad.ac.id%252Findex.php%252FHUMANITAS%252Fmanager%252Fsetup%252F5&amp;ua=Mozilla%2F5.0%20(Windows%20NT%206.1%3B%20Win64%3B%20x64%3B%20rv%3A70.0)%20Gecko%2F20100101%20Firefox%2F70.0&amp;aac=&amp;if=1&amp;uid=1572667494&amp;cid=2&amp;v=430" alt="" /></p> </div> <p style="text-align: justify;"> </p> Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara en-US Jurnal Hukum Kenegaraan ANALISIS PASAL 240 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP MANTAN NARAPIDANA KORUPSI PADA PENCALONAN PEMILU TAHUN 2024 https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/1 <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Pengaturan Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi tertuang dalam pasal 204 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Secara historis, Undang-Undang Pemilu pernah mengatur tentang larangan bagi mantan narapidana yang pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan Namun sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015, ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitusional) sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil dari penelitian ini adalah Konstitusi menjamin Hak&nbsp; Politik&nbsp; Mantan Narapidana Korupsi Baik yang tertuang dalam Undang-Undang maupun Putusan&nbsp;&nbsp; Mahkamah&nbsp;&nbsp; Konstitusi dan Putusan Mahkamah Agung. Apabila&nbsp; hal&nbsp; ini&nbsp; dikaitkan&nbsp; dengan&nbsp; Teori Immanuel Kant maka secara moral mantan narapida korupsi ini harusnya dia tidak mendaftar sebagai calon anggota DPR maupun DPRD. Sudah&nbsp; sepantasnya&nbsp; kalau&nbsp; dia&nbsp; seharusnya memberikan&nbsp; kesempatan&nbsp; kepada&nbsp; orang&nbsp; yang&nbsp; lebih&nbsp; baik&nbsp; untuk&nbsp; menduduki&nbsp; kursi anggota&nbsp; dewan. Selain itu apabila memang pemerintahan dan DPR memiliki kehendak dan prinsip yang kuat dalam&nbsp; mencegah&nbsp; tindak&nbsp; pidana&nbsp; korupsi&nbsp; dan&nbsp; memberikan&nbsp; efek&nbsp; jera&nbsp; bagi&nbsp; pelaku&nbsp; korupsi,&nbsp;&nbsp;&nbsp; maka&nbsp;&nbsp;&nbsp; hal&nbsp;&nbsp;&nbsp; tersebut&nbsp;&nbsp;&nbsp; dapat dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Pemilu.</p> Wahyu Hindiawati Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 PENERAPAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PEMENUHAN HAK LINGKUNGAN https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/2 <p>Hak atas lingkungan yang layak merupakan salah satu hak konstitusional yang tercantum dalam pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Sebagai sebuah hak konstitusional, negara selayaknya wajib memenuhinya. Akan tetapi realitas yang terjadi berbeda, negara terkesan abai terhadap persoalan lingkungan yang layak bagi warga negara. Hal itu bisa terlihat dari sejumlah persoalan lingkungan yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia seperti polusi, pencemaran, kelangkaan air bersih, hingga sanitasi yang buruk. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup hanya mengatur terkait pengelolaan lingkungan serta bagaimana upaya negara melindungi lingkungan terhadap tindakan semena-mena pihak-pihak tertentu, undang-undang tersebut tidak mengungkit sedikitpun terkait pemenuhan hak konstitusional warga negara atas lingkungan yang layak. Salah satu alternatif penyelesaian persoalan ini adalah dengan memberikan kewenangan pengaduan konstitusional (constitutional complant) kepada Mahkamah Konstitusi. Artikel ini mencoba untuk menganalilis ide penerapan constitutional complaint di Mahkamah Konstitusi sebagai upaya memenuhi hak konstitusional warga negara atas lingkungan yang layak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan studi kepustakaan. Kesimpulan dalam artikel ini adalah gagasan untuk menerapkan constitutional complaint merupakan salah satu cara yang bisa digunakan sebagai upaya negara untuk melindungi hak konstitusional warga negara atas lingkungan yang layak.</p> Ahmad Gelora Mahardika Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 KONSTRUKSI IDEAL SISTEM PARLEMENTARY THRESHOLD DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/3 <p>Ambang batas dalam negara demokrasi di sistem pemilunya merupakan bentuk perkembangan sistem ketatanegaraan ke arah depan sebagai pembatas untuk sistem pemilu yang menerapkan multi-partai. Ambang batas parlemen (<em>parlementary treshold) </em>merupakan suatu bentuk keniscayaan pada sistem pemerintahan yang menganut presidensial dengan bentuk multi-partai, karena diaturnya <em>parlementary treshold </em>bertujuan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Meskipun MK dalam putusannya nomor 52/PUU-X/2012 telah mengatakan bahwa <em>parlementary treshold</em> tidak berlaku di daerah, tetapi pada dewasa ini hal tersebut telah tidak relevan. Hal ini dikarenakan banyaknya problematika pertentangan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif di daerah yang menyebabkan terjadinya kemandekan jalannya roda pemerintahan. dihadirkannya ambang batas di daerah bukan untuk menutupi kebebasan dan mengingkari prinsip kedaulatan rakyat dan hak politik masyarakat. Melainkan untuk efektivitas dan efisiensi pekerjaan pemerintahan di daerah. Oleh karenanya, penulis menggagas untuk mereformulasikan sistem <em>parlementary treshold</em> untuk diberlakukan di daerah guna terciptanya penyederhanaan partai, juga untuk menciptakan sistem presidensial (pemerintahan daerah) yang kuat.</p> Deny Noer Wahid Catur Wido Haruni Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 KEDUDUKAN PERATURAN MENTERI DAN KELEMBAGAAN PENGAWASAN PERUNDANG-UNDANGAN https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/4 <p>Obesitas regulasi di tingkat pusat maupun daerah menimbulkan permasalahan dalam penataan perundang-undangan. Peraturan Menteri yang sangat beragam menyulitkan pemerintah daerah untuk menindaklanjutinya. Permasalahan yang dikaji dalam artikel ini, <em>pertama</em>, bagaimana kedudukan dan materi muatan peraturan menteri dalam perundang-undangan di Indonesia? <em>Kedua</em>, apakah urgensi pembentukan kelembagaan yang melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan? Terhadap dua permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil kajian ini menyimpulkan, <em>pertama</em>, peraturan mentari dapat dikeluarkan oleh Menteri sepanjang ada kewenangan atau perintah dari undang-undang yang lebih tinggi untuk mengaturnya dan hanya berlaku ke dalam untuk kepentingan kelembagaan yang dipimpinnya. <em>Kedua</em>, Pemerintah harus membentuk lembaga negara yang tersendiri yang berfungsi sebagai koordinator dan sekaligus menjadi pusat informasi hukum yang menyeluruh dan dapat diandalkan dalam rangka pembaruan, penataan, dan pembinaan sistem hukum Indonesia.</p> <p>&nbsp;</p> Ni’matul Huda Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 MENYOAL PEMILIHAN KEPALA DAERAH SERENTAK DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/5 <p>Penyelenggaraan pemerintahan dalam negara kesatuan yang didesentralisir, selain pemerintahan pusat juga pemerintahan daerah. Pengisian jabatan publik dalam pemerintahan tersebut dengan pemilihan umum, sebagaimana amanat UUD NRI Tahun 1945. Hal itu berarti ada pemilihan umum di pemerintahan pusat, yaitu Pemilihan Umum Presiden, Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sementara pemilihan umum di pemerintahan daerah, yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah dan mitra Kepala Daerah dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) keanggotaannya dipilih melalui pemilihan umum berbarengan dengan Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPD. Ketidaksinkronan pengisian jabatan publik dalam pemerintahan daerah tersebut, saat ini juga ada kebijakan Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak dengan memunculkan pengangkatan Penjabat Kepala Daerah. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan Pendekatan Perundang-undangan <em>(Statute Aproach)</em> dan Pendekatan Konseptual <em>(Conseptual Approach)</em> serta analisis menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini harus dilaksanakan dalam menyelenggarakan pemilihan umum, sehingga marwah demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat nampak nyata.</p> Yudi Widagdo Harimurti Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 EFEKTIVITAS PRESIDENTIAL THRESHOLD DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL DALAM SISTEM MULTI PARTAI https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/6 <p>Upaya penguatan Sistem Pemerintahan akan tetap menjadi perdebatan sehubungan dengan Presidential Threshold, karena pembatasan terhadap jumlah partai politik terhadap UUD 1945 Pasal 6A bahwa, pengusulan Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum …” akan selalu dianggap merugikan partai kecil. Rumusan pertama artikel ini, apakah&nbsp;&nbsp; Presidential Threshold dalam pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden memperkuat legitimasi dan efeketivitas pemilu? Rumusan Kedua aadalah, bagaimana penguatan sistem pemerintahan Presidensial melalui sistem multi partai? Salah satu penentu efektivitas&nbsp; atau tidaknya penyelengaraan pemilu adalah dengan penyederhanaan partai walaupun tidak harus sampai pada sistem partai tunggal atau sistem dua partai. Dalam pemilu serentak pemberlakuan Presidential Threshold adalah tidak tepat, karena pada perolehan kursi pemilu sebelumnya dengan pemilu pada masa 5 (lima) tahun berikutnya adalah tidak sama. Pada prinsipnya penguatan tersebut tergantung dari tugas dan wewenang 2 (dua) lembaga negara yakni Dewan Perwaki;an Rakyat dan Presiden. Penguatan sistem Presidensial tidak dapat hanya dilihat dari hubungan Presiden dan DPR, akan tetapi juga harus mempertimbangkan varibel-varibel yang berpengaruh dalam hubungan tersebut.</p> Seto Cahyono Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1 PENGUATAN PARTISIPASI PEMILIH DALAM PENGAWASAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH UNTUK MEMINIMALISIR KECURANGAN DAN POLITIK UANG https://journal.aphtnhan-jatim.org/index.php/JHK/article/view/7 <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pemilihan Kepala Daerah ternyata didera oleh begitu banyak masalah antara lain: politik uang merajalela, penegakan hukum dan kode etik mandek, obyek perselisihan meluas, boros anggaran penyelenggaraan, partisipasi pemilih rendah, banyaknya kepala daerah terjerat korupsi, Kepala Daerah yang tidak akur dengan Wakil Kepala Daerah, birokrasi amburadul dan pemerintahan tidak efektif. Untuk meminimalisir berbagai masalah tersebut dibutuhkan&nbsp; penguatan partisipasi masyarakat selaku pemangku kepentingan dalam mengawasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak. Sehingga tujuan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah tidak hanya memenuhi aspek prosedural semata, namun yang lebih substansi menjadikan partisipasi dan dukungan rakyat sebagai mandat memperjuangkan aspirasi, visi, dan misi yang menjadikan harapan dan kepentingan masyarakat dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah.</p> <p>&nbsp;</p> Sirajuddin Adithya Tri Firmansyah R Copyright (c) 2023 2023-02-24 2023-02-24 1 1